oleh Eko Kukuh Kustanto/ 337674
I.
Pendahuluan
Istilah Ekonomi Kreatif boleh dikatakan belumlah akrab di
dalam wacana publik. Sekalipun nomenklatur ini telah menjadi salah satu dari
unsur kementerian pada paruh kedua pemerintahan Presiden SBY, yaitu Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tetap saja belum dikenal dengan baik oleh
setiap kalangan masyarakat Indonesia. Di samping memang istilah ekonomi kreatif
merupakan hal yang baru dalam literatur ekonomi, usaha untuk mensosialisasikan
bidang ini pun tampak belum maksimal. Pariwisata atau pertanian sebagai
nomenklatur, jauh lebih dikenal dan dimengerti oleh masyararakat ketimbang
ekonomi kreatif.
II.
Latar Belakang
Ekonomi Kreatif
yang dipandang sebagai sub sektor dalam kegiatan ekonomi sebenarnya belum lama
muncul. Pada dekade awal 1990-an, di Australia timbul persoalan mengenai
mekanisme pandanaan yang berkaitan dengan kebijakan sektor seni dan budaya,
sehingga muncullah istilah ketika itu “Creative Nation” yang dikeluarkan Australia. Tetapi istilah
ini benar-benar terangkat ketika Department of Culture, Media, and Sport (DCMS)
United Kingdom (Inggris) mendirikan Creative Industries Task Force pada
tahun 1997. Kemudian DCMS Creative Industries Task Force (1998)
merumuskan definisi sebagai berikut: “Creative Industries as those
industries which have their origin in individual creativity, skill and talent,
and which have a potential for wealth and job creation through the generation
and exploitation of intellectual property and content”. Ruang lingkup dari
industri kreatif menurut DCMS meliputi, advertising, architecture, the art
and antiques market, crafts, design, designer fashion, film, interactive
leisure software, music, the performing arts, publishing, software, television
and radio. Pada waktu berikutnya, banyak negara di dunia mengadopsi konsep
Inggris ini, antara lain Norwegia, Selandia Baru, Singapura, Sewedia dan tentu
saja Indonesia tidak mau ketinggalan dengan istilahnya sendiri, Ekonomi
Kreatif.
Latar belakang Inggris merumuskan
kebijakan Industri Kreatif yang kebijakannya berada di bawah Departemen
Kebudayaan, Media dan Olahraga hingga dewasa ini, ialah pada dekade 1980-an di
Inggris aktivitas industri menyusut, akibatnya pengangguran di negara itu
meningkat, dan dampaknya alokasi dana pemerintah untuk bidang seni berkurang.
Maka ditemukanlah gagasan dan strategi kreatif yakni culture as an industry.
Sebenarnya ini merupakan paradigma baru dalam melihat seni dan budaya dalam
hubungannya dengan perekonomian suatu negara. Melalui konsep ini, seni dan
budaya tidak lagi dilihat sebagai sektor-sektor yang selalu membutuhkan subsidi
dari negara, malahan justru didesain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan
pengembangan inovasi yang bernilai ekonomis. Sehingga pada masa itu, Tony
Blair, PM Inggris, menyatakan, “pop music exports were financially more
significant to the country than the steel industry.”
Indonesia sendiri dalam pembangunan
sektor ekonomi kreatif tampak sangat cepat. Bila di negara maju semacam
Inggris, timbulnya industri kreatif sebagai nomenklatur baru dalam kebijakan
industrial mereka, hal itu tampak sebagai suatu yang alamiah dari perspektif
evolusi ekonomi. Ingris, sebagai pelopor industri sekaligus lokus revolusi
industri dunia, kini masuk pada tahap lanjut evolusi ekonomi, yaitu ekonomi
berbasis ide dan kreasi. Bila disederhanakan, evolusi ekonomi dimulai dari
tahap ekonomi berbasis pertanian, kemudian berkembang menjadi ekonomi berbasis
industri, lalu ekonomi berbasis informasi, dan yang mutakhir ekonomi berbasis
ide dan kreasi.
Kasus Indonesia dalam hal pembinaan Ekonomi Kreatif cukup
menarik. Ekonomi Kreatif muncul dari atas (from above) melalui kebijakan
negara. Tetapi bukan berarti kegiatan ekonomi kreatif baru muncul seiring dengan
kebijakan pemerintah tersebut. Ekonomi Kreatif telah lama tumbuh dan berkembang
di masyarakat, namun secara khusus mendapat perhatian dan pembinaan yang kuat
dari pemerintah baru dimulai pada era pemerintahan SBY. Pemerintahan SBY telah
meninggalkan legacy yang baik terkait pengembangan dan pembangunan
ekonomi kreatif di Indonesia. Secara kronologis kebijakan ekonomi kreatif
dimulai oleh pernyataan Presiden untuk meningkatkan industri kerajinan dan
kreativitas bangsa, terselenggaranya Pekan Produk Budaya Indonesia 2007, yang
berubah nama menjadi Pekan Produk Kreatif Indonesia 2009, terbitnya Instruksi
Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif, hingga
Perpres Nomor 92 Tahun 2011 yang menjadi dasar hukum terbentuknya kementerian
baru yang mengurusi ekonomi kreatif, yaitu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif dengan Menterinya, Mari Elka Pangestu. Kemudian lebih lanjut terbitlah
pada 2012
III.
Tujuan
-
Memenuhi
tugas mata kuliah Manajemen Pariwisata Kreatif
-
Mengetahui
14 Sub sector Ekonomi di Indonesia beserta contoh
IV.
Isi
Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tentang Rencana Strategis Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2012-2014. Di dalam rencana strategis itu
telah tersusun dengan detail pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Ruang
lingkup ekonomi kreatif di Indonesia berdasarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2009
berbeda dengan di negara seperti Inggris, hal mana bidang penelitian dan
pengembangan dimasukkan sebagai bagian dari ekonomi kreatif. Di Inggris, bidang
penelitian dan pengembangan tidak dimasukkan sebagai ruang lingkup Industri
Kreatif, tetapi bidang konsultasi sudah dimasukkan sebagai bagian dari industri
kreatif. Lebih rinci bidang-bidang apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup
ekonomi kreatif di Indonesia adalah sebagai berikut:
1) Periklanan
(advertising): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan,
yakni komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu. Meliputi proses
kreasi, operasi, dan distribusi dari periklanan yang dihasilkan, misalnya riset
pasar, perencanaan komunikasi periklanan, media periklanan luar ruang, produksi
material periklanan, promosi dan kampanye relasi publik. Selain itu, tampilan
periklanan di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik (televisi
dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran,
pamflet, edaran, brosur dan media reklame sejenis lainnya, distribusi dan
delivery advertising materials or samples, serta penyewaan kolom untuk iklan;
2)
Arsitektur:
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh, baik
dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture)
sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur taman, perencanaan
kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan sejarah,
pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan teknik dan
rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal;
3)
Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang
berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki
nilai estetika seni dan sejarah yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar
swalayan dan internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan,
automobile, dan film;
4)
Kerajinan
(craft): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan
distribusi produk yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang
berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya. Antara lain
meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun
buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu dan
besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan
pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi
missal);
5)
Desain:
kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior,
desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset
pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan;
6)
Fesyen
(fashion): kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian,
desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan
aksesorisnya, konsultasi lini produk berikut distribusi produk fesyen;
7)
Video,
Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video,
film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di
dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi
atau festival film;
8)
Permainan
Interaktif (game): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan
distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan
edukasi. Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan
semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi;
9)
Musik:
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukkan,
reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara;
10)
Seni
Pertunjukkan (showbiz): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
pengembangan konten, produksi pertunjukkan. Misalnya, pertunjukkan wayang, balet,
tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater,
opera, termasuk musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukkan, tata
panggung, dan tata pencahayaan;
11)
Penerbitan
dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan
penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta
kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup
penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil,
obligasi, saham dan surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan
terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving)
dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang
cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film;
12)
Layanan
Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan kreatif yang terkait
dengan pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan jasa komputer,
pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi
sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain
prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk
perawatannya;
13)
Televisi
& Radio (broadcasting): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha
kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality
show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara
televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran radio dan
televisi;
14)
Riset
dan Pengembangan (R&D): kegiatan kreatif terkait dengan usaha
inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil manfaat
terapan dari ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan produk dan kreasi
produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi
baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan dengan
humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta
jasa konsultansi bisnis dan manajemen. (Lihat, Prof.Dr.Faisal Afiff,
Se.Spec.Lic, Pilar-Pilar Ekonomi Kreatif, 2012)
0 komentar:
Posting Komentar